''

Image by FlamingText.com
Image by Aldy.com

10.3.11

"Suara Hati" (sebuah catatan harian)


Suara Hati

 Aldy Ian

Ilustrasi By : Aldi Ian


Suatu ketika, saya pulang naik kereta api. Siang itu begitu panas. Untunglah saat itu keadaannya sepi, dan saya mendapat bangku diujung gerbong belakang. Jam menunjukkan pukul 14 lewat. Di depan saya, ada seorang ibu yang berjualan pulpen kayu. Entah, apakah itu bisa dibilang pulpen, sebab tampaknya memang demikian, dan itulah yang dijajakannya. Ibu itu berpakaian sederhana, tapi bersih. Saya ingat, dia memakai baju krem berkerah dengan celana panjang warna hitam.
Tak berapa lama, ada seorang anak penjual Koran yang datang. Anak itu masih memakai seragam sekolah putih merah. Ditangannya masih banyak Koran yang belum laku terjual. Peluhnya memenuhi kening. Agaknya anak itu lelah. Saya dengar ia berkata pada ibu itu tadi, “Bu, ..aku capek.”
Ah pemadangan yang mempesonakan. Si ibu, kemudian mengambil ujung baju kemejanya, dan lalau membasuh kening anaknya. Di usapnya pelan-pelan. Sayup saya mendengar, “Ibu juga capek”. Peluh dikening anaknya mulai hilang. Tapi, agaknya kini kantuk yang datang. Si anak lalu mulai bergayut dengan manja di badan ibunya. Si ibu, sambil menaruh barang dagangannya, mulai kembali mengusap kepala anaknya. Saya terus memandangnya. Rupanya ibu itu tahu kalau diperhatikan. ‘baru pulang kuliah”. Katanya kepada saya.

***
Ah, saya terharu. Saya lalu teringat kepada ibu saya. Dulu waktu saya masih SD, saya biasanya berlaku demikian saat pulang sekolah. Seakan saya mengenang kembali memori-memori lalu yang pernah ada. Ada perasaan-perasaan haru yang menyelinap di dada saat itu. Saya terus perhatikan keduanya. Saya kembali teringat kepada ibu saya. Ibu saya orang hebat. Entahlah, mungkin bagi orang lain, ia Cuma wanita biasa. Tapi bagi saya dia adalah wanita yang hebat dan luar biasa bagi saya. Saya ingat bagaimana ibu saya juga ikut membantu ayah saya untuk membiayai dan menyekolahkan saya dan saudara-saudara saya agar kami semua berhasil dan dapat menempuh pendidikan sampai perguruan tinggi. Mereka berharap agar pendidikam kami semua lebih baik dari mereka dan bisa meraih apa yang kami cita-citakan sesuai dengan keinginan kami. walaupun harus membanting tulang untuk membiayai pendidikan kami. Saat saya kecil saya selalu diajarkan tentang kesabaran dan tak pernah berputus asa pada segala sesuatu. Dan saya punya impian waktu itu, saya harus bisa membuat beliau bangga. Saya memang tak pernah diajarkan ibu menjadi anak yang cengeng. Ibu selalu mengajarkan kami untuk tak pernah menyerah dan tak mudah menangis. Ibu adalah wanita yang sabar.

Teman.. mungkin belum banyak dari kita yang begitu peduli dengan ibu. Kita mungkin sering membantah, menolak, mengindahkan, dan bahkan memaki ibu kita sendiri. Mungkin kita sering juga membuat beliau mengurai airmata. Padahal bukankah rasul Allah telah mengingatkan, surga ada ditelapak kaki ibu?

Cobalah lihat ibu kita saat ia tidur. Pandangi setiap kerut wajahnya, setiap kersik-kersik rona matanya, setiap ujung-ujung putih rambutnya. Pandangi raut wajahnya, dan badan tuanya. Peganglah punggung tangannya, rasakan urat-urat yang ada diatasnya. Susuri jari-jemarinya, genggam erat tangannya. Dan ciumlah.. Cium dengan sepenuh hati, dengan sepenuh rasa dan jiwa ini. Rasakan kehangatannya. Rasakan dengan segenap cinta.

Teman, terimakasih telah membaca.
Semoga Anda pun turut merasakan kehangatan itu.. Amin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar