''

Image by FlamingText.com
Image by Aldy.com

10.3.11

Sebuah Catatan Harian-Suara Hati 2

Suara Hati- Sebuah Catatan Harian 2
 Aldy Ian

Seorang lelaki, bisa jadi pantang untuk menangis. Tapi, kadang kala, mereka harus melupakan itu pada saat-saat tertentu....(Ian)

Pernah suatu waktu, saya diminta untuk mengunjungi sebuah yayasan penderita anak cacat. Saya bisa membayangkan, disana, tentu akan sangat membosankan. Namun, agaknya saya keliru.
Awalnya, saya berjalan keliling, sambil mendata setiap ruang yang ada disana. Hmm... gedung-gedung yang muram dan sepi. Sampai suatu ketika, saya bertemu dengan seorang anak wanita. Saya rasa umurnya mungkin sekitar 9 tahun. Dia memang ganjil. Tubuhnya aneh, tangannya bengkok, dengan bahu yang tampak bungkuk. Kepalanya agak miring, dengan air liur yang menetes terus dari mulutnya.
Dia, tampak sedang melakukan sesuatu, tapi saya tak mengerti apa yang dilakukannya. Dia bergerak menuju tas yang ada didepannya. Ah, dia tampak kepayahan sekali dengan kondisi tubuhnya yang seperti itu. Dia terus berusaha, untuk mencapai tas itu. Menggapai-gapai dengan tangan bengkoknya. Gadis itu memang bisa berjalan, tapi caranya sangat aneh. Seluruh badannya bergetar setiap kali ia melangkah. Semua bagian tubuhnya tampak menegang. Apalagi, kepalanya agak miring. Saya terharu sekali melihatnya.
Dia, agaknya tahu kalau diperhatikan. Dia terus berusaha mendapatkan tasnya. Tangannya terus menggapai-gapai. Sekuat tenaga, diangkatnya kaki kanannya ke depan dan melangkah lebih cepat. Tapi lagi-lagi, badannya menegang. Saya, hanya terpaku melihat itu.
Akhirnya dia berhasil. Diambilnya sebuah buku dari dalam tas, dan dia mulai membuka buku itu, lalu menulis. Saya dekati dia. Dia tampak tersenyum. Saya sentuh tangannya. Dia menatap saya dan tersenyum. Saya terharu, dan dia pun tertunduk.
Ah, saya bisa rasakan cemooh-cemooh yang hadir dalam jiwa anak kecil itu. Saya bisa dapati, kekosongan jiwa yang dialaminya. Saya usap kembali tangannya. Saya bisa temukan, rasa kasih yang tak pernah hadir dalam hidupnya. Ya, dia memang tampak senang sekali saat itu. Namun, agaknya rasa itu jarang dia alami. Saya lepaskan tangannya. Saya harus berjalan lagi…
Saya berjalan dengan rasa haru yang dalam. Di setiap ruang, disetiap bilik, selalu terdengar seruan-seruan ganjil dari anak-anak disana. Entahlah, apakah itu teriakan kesakitan, atau luapan kegembiraan. Tapi saya tahu jelas, mereka sedang tak mengadakan pesta.
Saya berjalan dengan dada sesak. Setiap ruang yang saya temui, selalu saja ada anak-anak yang menatap dengan kosong..

Teman, begitulah pengalaman yang memberikan banyak sekali hikmah setidaknya buat saya sendiri. Saya merasa bersyukur dengan apa yang saya dapatkan hari itu. Saya bersyukur atas karunia yang diberikan-Nya. bahwa setidaknya kita mungkin lebih beruntung dari anak-anak itu.
Namun, seringkali sebagian kita mencemooh mereka yang tak sepadan dengan kita. Dalam hati kita, sering ada rasa lebih hebat, lebih sempurna, saat melihat orang lain memiliki kekurangan dari kita. Kita kadang suka membanding-bandingkan kemampuan kita dengan mereka. Padahal sebenarnya saat kita menghina mereka yang cacat atau memiliki kekurangan dari kita, sebenarnya kita sedang menghina diri kita sendiri. Kita yang bersikap seperti itu tak beda jauh dengan mereka, karena kita juga punya cacat, yaitu, cacat hati, jiwa dan kasih sayang..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar